PENDIDIKAN DAN KEJUJURAN

Suatu ketika saya pernah berseloroh kepada seorang kepala sekolah begini “kelompok orang yang pertama masuk neraka adalah para penegak hukum korup (Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara), diurutan berikutnya adalah para kepala sekolah korup sedangkan diurutan terakhir adalah guru-guru sertifikasi yang tidak layak dan datanya berbohong”. Lho kok kepala sekolah?. Ya, banyak kepala sekolah menanamkan ketidakjujuran pada anak didik, banyak kepala sekolah yang pintar bikin kuitansi palsu untuk ngakali dana BOS, ngembat uang sekolah dan menjadikan sebagai uang pribadinya, ngakali proyek bangunan, memberi upeti (bahasanya KPK : Gratifikasi) pada pejabat diatasnya karena diberi proyek kelas baru, laboratorium, ruang multi media, perpustakaan dll.
Setiap orang percaya dan menyukai jika orang lain jujur, persoalannya menjadi lain jika kita diminta berbuat jujur. Padahal, Seorang pejabat yang jujur sangat dikagumi rakyat. Seorang polisi yang jujur akan dihormati tetangganya. Seorang kepala sekolah yang jujur akan disegani oleh guru-gurunya.
Kejujuran menjadi kata kata indah dalam setiap pidato para politisi, nasehat guru kepada siswa, atau menjadi bait-bait sajak kerinduan saja. Padahal kejujuran adalah tindakan, bukan ucapan atau sekedar kata-kata. Kejujuran diuji ketika anda mengikuti ujian nasional, ketika anda dipercaya orang lain mengelola keuangan atau kepemimpinan.
Mahalnya kejujuran sangat terasa ketika Ujian Nasional. Tengoklah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam Ujian Nasional SMA yang hari ini akan berakhir. Banyak upaya-upaya jahat dan tidak jujur dengan melalui jual beli soal dan jawaban. Itu yang parah. Yang paling dimaklumi adalah membiarkan anak-anak bertukar jawaban, memberi fasilitas kepada siswa untuk memungkinkan saling contek jawaban, mengacak nominasi peserta ujian nasional agar dalam satu ruangan terdiri dari anak-anak yang pandai dan bodoh, tentunya kita tahu maksud acakan itu. Mengatur tempat duduk sedemikian rupa sehingga memudahkan anak. Dan seterusnya. Seorang pengawas ujian nasional yang bekerja sesuai kaidah pasti akan dibenci siswa dan juga dibenci oleh sekolah tersebut. Peristiwa tahun lalu di Jawa timur, dimana ada seorang guru yang menegur anak mencontek malah hendak dikeroyok oleh siswa.
Potret pendidikan yang demikian jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa kita. Apa jadinya generasi ini jika perilaku itu terus menerus dipertahankan dan menjadi budaya disekolah-sekolah ?.
Banyak persoalan bangsa kita tidak terselesaikan karena krisis kejujuran. Peringkat kita didunia sebagai negara yang terkorup meski menurun tetapi tidak terlalu signifikan dengan besaran biaya yang dikeluarkan untuk memberantas korupsi dan rentangan waktu yang digunakan untuk memberantas korupsi selama 12 tahun ini. Pemberantasan korupsi yang merupakan agenda mendasar era reformasi sejak tahun 1998 sampai sekarang berjalan tertatih tatih.
Maka untuk memutus mata rantai korupsi yang sangat akut dinegara kita adalah dengan melahirkan generasi-generasi baru yang lebih jujur dan amanah. Kita tidak bisa lagi berharap pada generasi sekarang, generasi saya, atau generasi diatas saya. Barangkali sudah terlalu banyak orang pintar dinegeri kita. Bahkan pada tataran akademik, siswa-siswa SMA kita adalah salah satu terbaik didunia. Buktinya setiap olimpiade mata pelajaran, Matematika, IPA, kita langganan juara dan mampu mengalahkan negara-negara yang lebih maju pendidikannya seperti amerika serikat, India, Eropa, Australia dll. Sayangnya, pemimpin yang jujur adalah sesuatu yang langka.
Memutus mata rantai korupsi itu tentu dimulai dari pendidikan yang lebih menghargai kejujuran ketimbang sekedar berlomba-lomba mengejar nilai akademik. Seorang guru yang baik akan memberi apreasiasi yang kuat terhadap siswa yang bekerja sendiri meski nilainya tidak terlalu bagus ketimbang siswa yang nilainya bagus tetapi hasil kecurangan. Tapi pendidikan yang selalu berorientasi hanya pada prestasi akademik akan berbenturan dengan kenyataan bahwa tidak semua anak mampu berkompetisi menuju puncak piramida belajar. Tanpa menjadikan kejujuran sebagai ikon sekolah, sulit rasanya kita meyakini kalau prestasi yang diperoleh anak adalah hasil karyanya sendiri, hasil sebuah kejujuran...

0 comments:

Post a Comment