PUISI-PUISI KESENDIRIAN

Puisi-puisi kesendirian ini merupakan hasil perenungan selama tahun 1990 - 1994 ketika masih belajar disurabaya.

KETIKA KAU BERDIRI DIDEPAN PINTU

Ketika kau berdiri didepan pintu
Tapi sebagai bidadari yang patah sayapnya
Menghiba sendirian
Kemarilah, disudut rumah tua itu ada telaga bening
Yang akan membasuh luka-luka kemarin

Tapi jangan kau tancapkan lagi belati
Sebab perih ini masih membiru
Sebab telah kubuang dukaku
Bersama malam dan keheningan

Dan kau tiba mengusik kehampaan yang kau ciptakan sendiri
Akankah kau lantakkan jiwa yang telah membatu ini ?
Sedang aku disini masih menunggu hujan reda
Barangkali masih tersisa
Surabaya 1990-1992


APA YANG KAU PAHAMI
Apa yang kau pahami dari bau tanah
Sisa hujan semalam
Gemeretak daun-daun jatuh
Atau perasaan yang menggigil diluar sana
Ataukah kepastian-kepastian bahwa kita butuh kawan
Yang memberi bayang-bayang
(diluar jendela aku menangkap rintihan malam :
The day alone ah, to be alonely……….)
Surabaya, 1992


Kesedihan melahirkan Jiwa Perkasa

Dalam resah jiwa merangkak
Membuka pintu-pintu hari sendirian
Kesepian ini menjadi abadi karenamu

Aku membaca mimpi dari kejadian lewat
Rasanya ingin mengulangnya dan lagi
Lebih dalam terhempas keharibaanmu
Sebelum subuh membunuh mimpiku

Sekali-kali jangan tampik aku masuk rumah jiwamu
Sebab kekasih adalah bumi yang dibangun dari gunung
Dan air mata
Lalu kesedihan melahirkan jiwa perkasa

Surabaya, 1990

SAJAK PEREMPUAN

Lama aku mengejar kabut
Dikedinginan menggigil kupanggil perempuan itu
Yang pernah menusuk kepedihan dan memberi hari-hari bahagia
Hingga dalam hujan begini
Aku sendirian basah kuyup
Oleh harum kembang setaman
Yang mekar dimusim lalu
Sisanya kunikmati hari ini
Sekedar melepas rindu atau harapan-harapan
Akan tiba dimana aku dapat mengikuti jejak matahari

Duh, seandainya aku bisa membalik detak jam
Maka biarlah waktu kembali kemasa lalu
Kau dan aku menyisir jalan-jalan kota
Yang hiruk pikuk dengan gelora batin hampa

Adakah makna setiap kata lebih dari embun pagi
Ataukah setiap peristiwa adalah jeritan batin yang lemah
Dan kutangkap isyarat dari sorot matamu
Sebagai kebenaran dalam kebisuan ini ?

Surabaya, Maret 1994

0 comments:

Post a Comment