EKSPLOITASI KEMISKINAN DAN ZAKAT

Adalah Umar bin Khatab, khalifah dan penguasa jazirah arab awal Islam, yang memanggul sendiri sekarung gandum ketika sedang jalan-jalan menemui rakyatnya dan menemukan seorang Ibu yang terpaksa memasak batu (akibat kemiskinan yang tak terperikan) karena anaknya menangis kelaparan. Umar bersusah payah memanggul gandum ke keluarga yang malang itu, bukan memanggil mereka kerumah Umar atau ke kantor Diwan (kantor kas perbendaharaan Negara) untuk mendapatkan hak mereka sebagai kaum miskin.

Maka disaat ramadhan ini, ketika para dermawan, para saudagar kaya, pejabat kaya atau pemerintah daerah yang kelebihan uang, membagi-bagi zakat pada fakir miskin sebenarnya merupakan tindakan mulia. Mulia, minimal setahun sekali mereka mau memikirkan kaum miskin ini. Mulia karena memang itulah yang diperintahkan Islam. Mulia karena harta kita hanyalah titipan dan suatu saat diambil tanpa pernah kita sadari. Mulia karena ketika kesejahteraan belum juga dinikmati kaum miskin mereka mau memberikan uang atau sembako pada kelompok terpinggirkan ini. Betapapun uang atau yang diberikan sangatlah tidak sepadan dengan besarnya kebutuhan, keluarga paling miskin sekalipun. Minimal kaum miskin dapat merasakan sedikit kebebasan dari pertanyaan "darimana lagi saya dapat uang untuk menyambung hidup ?".

Sayangnya, kemuliaan itu dinodai oleh kesombongan beberapa saudagar kaya. Kesombongan bupati kaya. Kesombongan pengusaha kaya. Yang menuntut orang-orang miskin berhimpit-himpitan dan saling injak hanya untuk mendapatkan uang 30 ribu atau sekresek sembako. Sebuah angka yang tidak seimbang. Uang yang mungkin sekedar uang rokok mereka. Atau sekelas uang jajan anak-anak. Setiap tahun, disaat bulan Ramadhan, yang sebenarnya, bulan yang mulia, kita disuguhi dengan kenyataan bahwa rakyat miskin harus berhimpit-himpitan, saling sikut, kalau perlu saling tendang. Orang miskin untuk mendapatkan zakat saja, yang merupakan hak mereka, yang nilainya tidak seberapa, dipaksa untuk berjuang mengalahkan satu sama lainnya. Mereka seperti juga kehidupannya, terlalu berat menjalani kehidupan, tidak memperoleh itu, memperoleh zakat dengan mudah. Mereka harus mencucurkan peluh dan barangkali air mata. Setiap tahun, selalu saja ada orang kaya yang sombong, seolah-olah hendak berkata pada semua orang "mintalah padaku, niscaya akan aku beri kau 30 ribu rupiah".

Zakat yang merupakan salah satu pilar islam dalam hal konsep kesejahteraan sosial, bergeser fungsi sebagai alat untuk mengekslpoitasi kemiskinan. Saya tidak paham jalan pikiran mereka, kelompok saudagar kaya, pengusaha kaya atau pejabat kaya, sehingga mereka sangat tega melihat masyarakat miskin bermandi peluh dan berebutan sesuatu yang tidak terlalu besar nilainya.kelompok ini sebenarnya tidak banyak, tapi sangat melukai hati orang miskin dan kebanyakan orang Islam termasuk saya. Zakat yang dengan itu, menolong orang-orang miskin mengangkat derajatnya menjadi lebih baik kehidupannya, berubah fungsi menjadi sarana menyombongkan diri. Saya yakin, mereka bukannya tidak mengerti tentang zakat. Bahkan ada sebuah pondok pesantren di Jawa Timur yang menurut pemiliknya, sangat menikmati berjubel-jubelnya rakyat miskin berebut zakat hanya karena tradisi itu telah dilakukan secara turun temurun. Pemahaman tradisional pembagian zakat face to face dipahami sebagai mengumpulkan ribuan orang dirumahnya. Meskipun lembaga-lembaga zakat modern telah tumbuh dan berkembang di Indonesia, toh, itu tidak menyurutkan beberapa orang saja, yang menikmati kesusahan orang miskin.

Kalau kebetulan tetangga anda, bos anda, pejabat anda, ada yang membagi zakat dengan cara menghinakan kaum miskin, percayalah mereka hanya sebagian kecil saja orang yang menyombongkan diri karena kekayaannya. ……. Dan Allah sangat membenci orang-orang yang sombong dan menghinakan kaum miskin…………………. Alih-alih, berikan zakat anda ke badan zakat atau anda datang sendiri atau panitia yang anda bentuk untuk datang ke tetangga anda yang miskin, bertamu dan memberikan zakat sebagai hak kaum miskin…… sebagai harta titipan yang diamanahkan Allah untuk disampaikan kepada mereka dengan cara baik dan menghargai mereka. Sebab yang membedakan saya, anda dengan orang miskin hanyalah baju sosial yang melekat pada kita. Barangkali mereka, orang-orang miskin, jauh lebih mulia dihadapan Allah ketimbang kita. Karena ketakwaannya, terkadang jauh lebih bagus ketimbang kita…………………..

Maka RUU Zakat yang sekarang lagi digodok di DPR, harusnya melarang dan memberi sanksi pembagian zakat model pengerahan massa. Kalau saja orang-orang kaya mau membagi zakat sebagai hak orang miskin seperti yang dilakukan Umar Bin Khatab diatas, dengan pemberian yang baik. Dengan ucapan yang baik. Maka kita tidak akan lagi menemui ditahun-tahun berikutnya, saudagar kaya, pejabat kaya, pengusaha kaya yang sombong yang mengeksploitasi kaum papa ini.


ANTARA BUNG KARNO DAN SBY : BEDA DALAM MENGHADAPI KRISIS INDONESIA - MALAYSIA

Tentu saja kita tidak bisa menyejajarkan dan membandingkan antara Bung Karno dan SBY. Bung Karno adalah orator ulung, lugas dan bahasanya mudah dipahami rakyat. Sedangkan SBY adalah tentara intelektual (dengan gelar Doktor sebagai embel-embelnya) banyak menggunakan bahasa diplomatis, normatif dan berbunga-bunga. Hal ini disebabkan karena berbeda latar belakangnya. Bung Karno berada dalam posisi negara yang lagi merdeka dan sangat sensitif terhadap isu-isu kedaulatan negara. Maka ketika Malaysia mengganggu Indonesia, Soekarno membuat pernyataan "Ganyang Malaysia". Sedangkan SBY berada di jaman dimana ukuran-ukuran pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi sangat penting melebihi persoalan simbol-simbol negara. Semalam ketika SBY pidato di markas TNI Cilangkap Jakarta, maka karakteristik kepribadian SBY yang muncul sama saja ; diplomatis, normatif dan berbunga-bunga.

Bung Karno, melakukan tindakan-tindakan nyata dimata rakyat dengan mengerahkan sukarelawan sebanyak 21 juta orang untuk dilatih kemiliteran. Menyatakan "ganyang Malaysia". Mengumpulkan dana dari masyarakat untuk mendukung gerakan ganyang malaysia. Dengan bahasa lugas Bung Karno menyatakan "ada seribu serdadu malaysia masuk ke Indonesia, sepuluh ribu sukarelawan akan saya tumpahkan".

SBY dimarkas TNI sebagai simbol pertahanan negara, menyampaikan pidato yang mengutamakan diplomasi dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan hubungan kesejarahan Indonesia - Malaysia. Seperti 2 juta TKI di Malaysia, 13 ribu Mahasiswa disana, perdagangan ekonomi Indonesia – Malaysia. Tentu rakyat tidak bisa mengubah kepribadian SBY untuk berubah menjadi garang, tegas dan berwibawa. SBY adalah SBY, rakyat adalah rakyat. SBY memimpin Indonesia dengan membawa kepribadiannya dalam mengambil keputusan-keputusan. Setiap isu krusial selalu diakhiri dengan karakteristik SBY yang diplomatis, normatif dan berbunga-bunga. Maka orang bertanya-tanya, kenapa SBY harus menyatakan pidato kenegaraan di Cilangkap, Markas TNI, simbol pertahanan negara, mengapa tidak di Departemen Luar Negeri. Karena apa yang disampaikan SBY hanya cocok disampaikan disana atau di Istana Negara. Atau disampaikan saat memberi arahan kepada para pejabat dibawahnya, menteri luar negeri, para pembantu menteri bukan pada tataran rakyat yang telah lama memendam rasa marah pada Malaysia sebagai akumulasi persoalan-persoalan dengan Malaysia.

Bung Karno menghadapi Malaysia dengan pernyataan perang "ganyang Malaysia". Melibatkan konsep dasar pertahanan negara kita yang menganut sistem Hankamrata (Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta) dimana rakyat terlibat dalam setiap pembelaan dan menjaga kedaulatan negara. Kedaulatan negara bukan hanya urusan TNI tetapi juga urusan rakyat. Ini merupakan konsep dasar sistem pertahanan di Indonesia.

Sedangkan SBY menggunakan perangkat-perangkat negara untuk melakukan diplomasi diberbagai persoalan termasuk yang paling rawan, perbatasan wilayah Indonesia – Malaysia. Rakyat berada dipinggir dan hanya menjadi penonton ketika diplomasi berjalan. Maka rakyat yang marah menyalurkan energinya melalui demo-demo. Apa yang dikehendaki rakyat sebenarnya simpel "pemerintah menyatakan agar Malaysia meminta maaf atas kasus penangkapan simbol-simbol negara, 3 petugas KKP diperairan Indonesia". Sesimpel itu. Maka ketika SBY tidak menyinggung sama sekali kehendak rakyat itu dalam pidatonya, rasanya sikap tegas tidak dimiliki SBY sebagai representasi rakyat Indonesia. Tapi sekali lagi SBY tetap SBY. Beliau tidak bisa dipaksa menyatakan itu karena SBY memiliki pertimbangan lain. Bagi rakyat, perundingan oke, kalau Malaysia telah meminta maaf atas kejadian itu. It's simple problems. Soal Malaysia mau minta maaf atau tidak, itu urusan lain lagi. Suara rakyat telah disampaikan presidennya. Sayangnya, itu tidak dilakukan SBY dalam pidato di Cilangkap. Yang dilakukan adalah menegaskan persoalan perbatasan wilayah harus secepatnya dirundingkan. Hubungan Indonesia – Malaysia harus dipertahankan.

Sebenarnya, dalam urusan dengan Malaysia, SBY telah tercatat pernah melakukan tindakan yang sangat cemerlang dan dipuji rakyat yaitu ketika menyangkut masalah ambalat. Saat itu, SBY, dengan menggunakan seragam militer, berada diperbatasan, diatas sebuah tank, memandang kearah Malaysia seolah-olah hendak berkata "sekali kamu masuk diwilayahku. Aku berada digaris depan". Meski kunjungan SBY di Ambalat tidak menyatakan perang, tetapi tindakan itu, memberi dampak yang kuat dirakyat dan juga Malaysia. Ketegangan urusan ambalat menurun. Meski bukan berarti selesai. SBY sangat cakap dengan urusan bahasa tubuh (gesture) tetapi ketika menggunakan kata-kata dalam pidato, selalu saja kesimpulannya sama "diplomatis, normatif dan berbunga-bunga".

Maka banyak orang kecewa setelah menunggu-nunggu reaksi presiden SBY terhadap penangkapan 3 petugas KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) minimal reaksi balasan atas pernyataan Najib, perdana menteri Malaysia. Apa yang disampaikan SBY tidak lebih dari mengulang apa yang dikatakan Marti Nata Legawa, menteri Luar Negeri. Sikap tegas yang diharapkan rakyat tidak muncul dalam pidato presiden SBY. Rakyat rindu Sikap tegas seorang pemimpin di Indonesia. Sayangnya, sikap itu telah hilang sejak setelah Soekarno lengser. Tegas bukan disederhanakan dengan "ancaman perang". Tegas berarti, menyatakan sungguh-sungguh kemarahan rakyat Indonesia.

Pak SBY hanya berputar-putar diurusan diplomasi yang sebenarnya, sangat lemah. Diplomasi hanya berjalan jika, kedua belah pihak berada diposisi yang sama. Saat ini diplomasi indonesia berada diposisi bawah dibanding Malaysia. Kita tidak bisa meminta SBY menjadi seperti Soekarno. SBY adalah SBY yang diplomatis, normatif dan berbunga-bunga…….